Makalah Intelegensi (Psikologi Umum)

Mar
Monday,
16,

Intelegensi dalam Prespektif Psikologi Umum
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Umum
Dosen pengampu : Reza Ahmadiansyah, M.Si






Oleh:
Anastasya Nidya Anggraeni    (23010-15-0095)
                                            Firda Afifia                              (23010-15-0093) 




Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negri Salatiga
2015








KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sejarah Psikologi Perkembangan” dengan tepat waktu . Shalawat serta salam tak lupa pula kami panjatkan  kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang senantiasa ditunggu syafaatnya di hari kiamat.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi yang dibimbing  oleh bapak Reza Ahmadiansyah, M. Si.
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Tegur, kritik, dan saran penulis terima dengan senang hati demi perbaikan dalam pembuatan makalah  selanjutnya. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.



Salatiga, 11 Maret 2016

                
                             Penyusun







DAFTAR ISI

Halaman Sampul      …………………………………………………………….     i
Kata Pengantar      ….…………………………………………………………..    ii
Daftar Isi      …………………………………………………………………….   iii
BAB I    :  PENDAHULUAN                                
A.  Latar Belakang      ………………………………………………    1
B.  Rumusan Masalah     ……………………………………………    1
C.  Tujuan Perumusan Masalah      …………………………………    1
BAB II   :  PEMBAHASAN
1.   Definisi Intelegensi       ………………………………………....    2
A. Pengertian Intelegensi Secara Etimologi    ………………….    2
B.  Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli        …………………    2
2.      Macam-macam Intelegensi     ………………..…………………   3
a.   Intelegensi terikat dan bebas      ……………………………..    3
b.   Intelegensi menciptakan dan meniru      ……………………..   4
3.      Tingkat-tingkat kecerdasan    …………………………………...    4
4.      Faktor-faktor yang menentukan Intelegensi manusia    …………   7
5.      Macam-macam Norma Tes Intelegensi    ……………………….   9
6.      Keterbelakangan mental ………………………............................  11
BAB III : PENUTUP
A.  Kesimpulan   ……………………………………………………  15
DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Intelegensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam psikologi. Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna intelegensi. Sebagian orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.
Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem-problem manusia yang berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia pendidikan pun, intelensi merupakan hal yang sangat berkaitan. Seolah-olah intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang kehidupan.
Intelegensi merupakan kualitas manusia yang pertama kali dapat diukur secara akurat, juga merupakan kualitas yang penting dalam diri manusia yang dapat membedakan manusia satu dengan menusia lainnnya.

B.     Rumusan masalah
1. Apa definisi dari intelegensi ?
2. Apa macam-macam intelegensi ?
3. Bagaimana tingkat-tingkat kecerdasan ?
4. Apa faktor-faktor yang menentukan intelegensi manusia ?
5. Apa macam-macam norma intelegensi ?
            6. Apa yang disebut keterbelakangan mental ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi dari intelegensi
2.      Untuk  mengetahui macam-macam intelegi
3.      Untuk mengetahui tingkat-tingkat kecerdasan
4.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan intelegensi manusia
5.      Untuk mengetahui macam-macam norma intelegensi
6.      Mengetahui apa yang disebut keterbelakangan mental







BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Intelegensi
A.      Pengertian Intelegensi Secara Etimologis
Intelegensi berasal dari bahasa inggris “Intelegence” yang juga berasal dari bahasa latin yaitu “Intelectus” dan “Intelegencia” atau “Intelegenre”. Teori tentang intelegensi pertama kali ditemukan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akalpikiran manusia tunggal pengetahua sejati. Kekuatan tersebut dalam bahasa Yunani disebut dengan “Nous”, sedangkan penggunaan kekuatannya disebut “Noseis”. Intelegensi berasal dari bahasa Latin yang berarti memahami. Jadi intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi untuk memahami sesuatu.

B.       Definisi Intelegensi Menurut Para Ahli
a)      Lewis Madison Terman (1916)
Intelegence as the ability to carry on abstract thinking
             Artinya : Intelegensi adalah kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak.
b)      H.H. Goddard (1946)
Mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
c)      Edward Lee Thorndike (1913)
                        Mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan dalam memberikan respon
             yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta.
      d)     Walters dan Gardber (1986)
                       Mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan-kemampuan yang memungkinkan.
e)      David Wechsler
Inteligensia dalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.,
f)       Wangmuba,
 Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.

2.         Macam-macam Intelegensi
a.    Intelegensi terikat dan bebas
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan kebuhan vital yang harus segera dipuaskan. Dalam situasi yang sewajarnya boleh dikatakan tetap keadaanya, maka dikataan terikat. Perubahan mungkin dialami juga, kalau perbuatannya senantiasa diulang kembali. Misalnya intelegensi binatang dan anak yang belum berbahasa.
Intelegensi bebas, terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan lain yang lebih tinggi dan lebih maju. Untuk hal-hal tersebut manusia menggunakan intelegensi bebas.
b.    Intelegensi menciptakan (kreatif) dan meniru (eksekutif)
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptkan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu. Intelegensi kreatif. menghasilkan pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik, kapal terbang, dan sebagainya.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan, maupun yang ditulis.

3.    Tingkat-tingkat kecerdasan :
                        Kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru tidak sama tiap makhluk. Tiap-tiap orang mempunyai cara-cara sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa kecerdasan bertingkat-tingkat. Mungkin ada berbagai-bagai tingkat kecerdasan, tapi dalam uraian ini hanya diutarakan beberapa tingkat kecerdasan.
a.   Kecerdasan binatang
Pada mulanya banyak orang yang berkeberatan digunakan istilah intelegensi pada binatang, karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertigkat-tingkat. Pendapat yang menolak dipergunakannya istilah kecerdasan pada binatang dapat dijelaskan dengan contoh percobaan berikut :
W. Kohler (ahli ilmu jiwa Jerman) dengan percobaannya seekor kera dikurung dalam sebuah kandang, diluar kandang diletakkan sebuah pisang yang jauh jaraknya. Dalam kandang diletakkan sebuah tongkat. Ternyata setelah kera tersebut tidak dapat meraih pisang maka diambillah tongkat didalam kandang tesebut untuk meraih pisang untuk dimakannya.
Percobaan kedua juga dilakukan oleh W. Kohler. Seekor kera dikurung dalam kandang. Diluar kandang diletakkan sebuah pisang yang tidak terjangkau oleh kera. Di dalam kandang diletakkan dua buah tongkat yang tidak terjangkau juga untuk meraih pisang. Setelah dicobanya meraih pisang berkalikali ternyata tidak berhasil, maka disambunglah kedua tongkat tersebut sehinga akhirnya pisang berhasil diraihnya.
Kesimpulan : dari kedua percobaan di atas, ternyata kera berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan, padamya timbul suatu yang baru, ialah perbuatan yag tidak terkandung di dalam bentuk kelakuan naluri. Kera dapat menolong dirinnya dalam situasi yang asing baginya. Maka kelakuan tersebut dapat disebut kelakuan intelegensi.
Catatan : kecerdasan pada binatang sangat terbatas, yakni terkait pada sesuatu yang kongkrit. Sebab, kalau tongkat tersebut tidak tampak  olehnya, maka tidak mungkin dapat mencari tongkat sendiri untuk meraih pisang. Demikian pula kecerdasan yang dimiliki oleh kera tidak dapat berkembang, karena tidak berkembanya bahasa pada hewan.
b.   Kecerdasan anak-anak :
           Yang dimaksud anak-anak disini adalah anak-anak kecil lebih kurang satu tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktekkan dalam menyelidiki kecerdasan binatang.
           Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan terhadap kecerdasan anak. Bahakn jauh sebelum Kohler menylidiki kecerdasan kera, Boutan telah mempelajari dan memperbandingkan perbuatan cerdas kera dengan anak-anak kecil.
Hasil penyelidikan Boutan dapat memberi kesimpulan sebagai berikut :
·      Anak-anak kecil yang berumur ± 1 tahun (belum dapat berbicara) tingkat kecerdasannya hampir ama dengan kera. Sebagian soal-soal yang dihadapkan pada kera dapat diselesaikan oleh anak-anak. Oleh karena itu umur anak pada kira-kira satu tahun sering disebut “umur simpanse”.
·      Kemampuan mempergunakan bahasa (berbicara) merupakan garis pemisah antara hewan dan manusia. Menurut Boutan, anak-anak sudah dapat berbicara sudah bekerja seperti manusia kecil. Dan sesudah dapat mualai berbicara makin lama makin jauh melebihi tingkatan kecerdasan kera/simpanse.
·      Makin cerdas suatu makhluk, maka makin kurang cara-cara mengatasi kesulitan dengan jalan meraba-raba/coba-coba. Seolah-olah kecerdasan menentang cara penyelesaian kesulitan dengan menggunakan insting dan coba-coba.
c.    Kecerdasan manusia
Sesudah anak dapat berbahasa, tingkat kecerdasan anak lebuh tinggi dari pada kera. Tingkat kecerdasan manusia (bukan anak-anak ) tidak sama dengan kera dan anak-anak. Beberapa hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain :
1.      Penggunaan bahasa :
Kemampuan berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembanagn pribadi.
·      Dengan bahasa, manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi, pendapat, perasaan, dan sebagainya)
·      Dengan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan sesama, tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat.
·    Dengan bahasa, manusia dapat membeberkan segala sesuatu baik yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai barang-barang yang kongkrit maupun hal-hal yang abstrak.
·     Dengan bahasa, manusia dapat membangun kebudayaan.
2.      Penggunaan perkakas :
Perkakas merupakan sifat terpenting dari pada kecerdasan manusia, dengan kata lain : perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan bagaimana menggunakan perkakas.
Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupaka perantara antara makhluk yang berbuat dengan objek yang diperbuat.   Perkakas mempunyai  fungsi yang sama tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/diusahakan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk kesulitan atau mecapai suatu maksud.

4.        Faktor-faktor yang menentukan intelegensi manusia
Setiap orang memiliki intelegiensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi itu dapat dilihat dari tingkah laku dan perbuatannya. Adanya perbedaan intelegensi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a)   Faktor hereditas (keturunan)
Berdasarkan teori Navitisme dari Schopenhauer & Lombrosso mengatakan bahwa perkembangan individu itu bergantung sepenuhnya pada faktor hereditas. Maksud hereditas adalah proses penurunan sifat-sifat atau ciri-ciri dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui plasma benih. Sifat yang dibawa anak sejak lahir merupakan perpaduan antara chromosom ayah dan chromosom ibu. Dalam hal ini yang diturunkan adalah strukturnya, artinya bukan bentuk-bentuk tingkah lakunya melainkan ciri-ciri fisik yang ditentukan oleh keturunan antara lain struktur otak. Kecerdasan atau intelegensii sangat bergantung pada ciri-ciri anatomi dan fungsi otak. Apabila orang tua memiliki faktor hereditas cerdas, kemungkinan sekali dapat menurunkan anak-anak yang cerdas pula.
b)      Faktor lingkungan
Segala sesuatu yang ada di sekeliling anak dapat mempengaruhi perkembanagnnya, faktor tersebut antara lain :
1.   Gizi
Kadar gizi yang terkandung dalam makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan intelegensi serta menentukan produktivitas kerja sesorang. Seandainya terjadi kekurangan pemberian makanan yang bergizi, maka pertumbuahan dan perkembangan anak yang bersangkutan akan terhambat, terutama pertumbuhan mental atau otaknya. Apabila pertumbuhan kurang normal, maka fungsinya pun akan kurang normal pula akibatnya anak yang bersangkutan menjadi kurang cerdas.
2.  Pendidikan
Di samping pemberian gizi yang baik, faktor pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan mental anak. Misalnya anak lahir dengan potensi cerdas, maka dia akan berkembang dengan baik apabila mendapatkan pendidikan yang baik pula, begitu juga sebaliknya.
Faktor tersebut diatas tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi saling pengaruh mempengaruhi, sebab meskipun pendidikan baik, pemberian gizi makanan cukup baik tetapi kalau potensi anak kurang cerdas, maka tidak akan sempurna bila tidak disertai potensi yang baik pula, begitupun sebaliknya.
Hubungan faktor dalam (hereditas) dan faktor luar (lingkungan) adalah saling mempengaruhi yaitu terjadi konvergensi antara keduanya. Sebagai mana pendapat ilmuan W.Stern.



5.   Macam-Macam Norma Tes Inteligensi  
Pada umumnya dikenal dua macam norma pada tes inteligensi yaitu:
1.      Norma perkembangan (developmental norms)
Norma perkembangan dipakai pada tes-tes yang bertujuan untuk mengukur tingkat perkembangan seorang anak sebagai contoh norma yang dipakai dalam tes Binet Afired mengemukakan istilah umum mental untuk mengutahui tingkat perkembangan mental anak. Istilah tersebut menjadi populer dan kemudian oleh L.M.Terman (1911) di perkenalkan IQ perbandingan atau ratio IQ dengan cara membandingkan umum mental dengan umum kalender dengan rumus sebagai berikut:
IQ sama dengan MA per CA kali 100, berdasarkan rumus anak yang umum mentalnya sama dengan umum kalendernya akan mendapatkan IQ= 100, Sehingga dapat dikatakan anak tersebut berkembang mentalnya normal. Konsep IQ perbandingan ternyata mempunyai beberapa kelemahan, sehingga perkembangan selanjutnya diganti IQ penyimpangan
2.      Norma dalam kelompok (within group norms)
Norma ini antara lain menghasilkan penyimpangan (deviation IQ). Disebut deviasi IQ karena perhitungannya berdasarkan besarnya penyimpanan seorang dari nilai rata-rata kelompok akan mendapatkan IQ =100, sedangkan anak yang hasil tesnya satu deviasi standar di atas nilai rata-rata akan mendapat IQ = 130 dan seterusnya. Seorang yang hasil tesnya satu deviasi standar di bawah rata-rata akan mendapat IQ = 85 dan seterusnya. Untuk jelasnya skala IQ penyimpangan dari Wechsler misalnya dapat digambarkan hubungan diantara berbagai jenis skor tes dalam distribusi norma sebagai berikut.
Persentase terbesar di dalam kelompok terdapat pada IQ antara 85 dan 115, yaitu sebesar 68,26 %. Mereka itu dapat digolongkan orang-orang yang norma. Persentase terkecil terdapat pada kedua daerah diujung grafik, yaitu sebesar 0,13% atau hanya 13 orang dari 10.000 orang di mana mereka dapat digolongkan orang-orang luar biasa, yaitu orang-orang yang mendapat IQ = 145 ke atas orang-orang jenius, sedangkan orang-orang yang mendapat IQ = 65 ke bawah adalah orang-orang yang sangat terbelakang.
Skala penyimpangan tersebut diatas dipergunakan pada tes WAIS maupun WISC berdasarkan pada skala ini, inteligensi dapat digolongkan seperti tabel berikut:

Pengolongan IQ menurut Wechsier dan Depdikbud
Batas IQ pada setiap golongan
Pengolongan menurut wechsier
Pegolongan menurut Depdikbud


128-ke atas


Very supriori


Sangat suprior


120-127

supiori

Suprior

101-119

Bring normal

Di atas rata-rata

91-100

average

Rata-rata

80-90

Duil,normal

Dibawah rata-rata

66-79

Bordeline

Lambat belajar

65 ke bawah

Mental defective
Keterbelakangan mental

Apabila dilihat pengolongan inteligensi dari Wechsler tidak mengikuti batas-batas daerah seperti tertera pada grafik, tetapi penyimpangannya tidaklah banyak. Tiga golongan, yaitu Dull norma, Average dan Bright norma (dari IQ 80-IQ 119) mencakup daerah tengah 68,26% lebih sedikit. Jadi dalam populasi orang-orang yang termasuk ke dalam tiga golongan inteligensi tersebut adalah yang terbanyak.
Disamping skala IQ dari Wechsler masih banyak tes inteligensi lain yang mempunyai skala IQ yang berbeda-beda misalnya skala IQ dari Terman, sehingga penafsiran IQ pada suatu tes tidak sama dengan penafsiran IQ pada tes yang lain.
Berdasarkan pembahasan norma dan skala IQ dapat disimpulkan bahwa IQ sifatnya relatif, karena:
1.   Skala IQ dibuat berdasarkan prestasi kelompok standar tertentu pada suatu tes inteligensi. Hal ini berarti bahwa skala IQ hanya berlaku pada populasi yang diwakili oleh kelompok standar tertentu.
2.      Skala IQ tergantung dari tes yang digunakan.
3.      Norma tes termasuk skala IQ pada suatu saat dapat menjadi usang. Misalnya karena adanya perubahan-perubahan sosial lainnya. Sehingga perlu sekali norma tes diteliti kembali setelah dipakai dalam jangka panjang
“Diposisi ini tidak semata-mata ditentukan oleh dasar tetapi ditentukan juga oleh faktor luar, ada konvergensi antara faktor dasar dengan faktor luar.”

6.       Keterbelakangan Mental
Menurut Rusdi Maslim (2001) retardasi mental adalah suatu keadaan perkem-bangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Menurut The American Association on Mental Deficiency (AAMD), definisi retardasi mental mencakup dua dimensi utama yaitu perilaku adaptif dan kecerdasan. Retardasi mental didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana fungsi intelektual umum dibawah rerata normal disertai dengan kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif yang muncul pada periode perkembangan (Grossman, 1983 cit Drew, 1986, Cytryn dan Lourie, 1980).
Kaplan (1985) mengemukakan bahwa dalam konsep definisi retardasi mental terdapat dua model pendekatan yang dipakai yaitu model pendekatan biomedik dan pendekatan sosiokultural. Dari pendekatan biomedik lebih menitikberatkan pada perubahan-perubahan dasar pada sistem otak, sedangkan pendekatan sosiokultural menyotroti fungsi-fungsi sosial dan adaptasi secara umum untuk mengikuti norma-norma yang berlaku.
Retardasi mental adalah suatu gangguan aksis II, didefinisikan dalam DSM IV TR sebagai berikut :
(1) Fungsi intelektual yang di bawah rata-rata
(2) Kurangnya perilaku adaptif
(3) Terjadi sebelum usia 18 tahun.
Kriteria retardasi mental dalam DSM IV TR adalah sebagai berikut:
(1) Fungsi intelektual secara signifikan berada di bawah rata-rata IQ kurang dari 70
(2) Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut: Komunikasi, mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, penggunaan sumber daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan keamanan
(3) Terjadi sebelum usia 18 tahun
.
Komponen pertama dalam definisi DSM memerlukan penilaian intelegensi. Penentuan IQ harus didasarkan pada berbagai tes yang diberikan kepada seseorang oleh seorang profesional yang kompeten dan terlatih dengan baik.
Komponen berikutnya adalah fungsi adaptif, yaitu merujuk pada penguasaan keterampilan masa kanak-kanak seperti menggunakan toilet, berpakaian, memahami konsep waktu dan uang, mampu menggunakan peralatan, berbelanja, melakukan perjalanan dengan transportasi umum dan mengembangkan responsivitas sosial. Seorang remaja, contohnya, diharapkan mampu menerapkan keterampilan akademik, penalaran dan penilaian dalam kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi dalam berbagai aktifitas kelompok. Seorang dewasa diharapkan dapat menyokong diri sendiri dan memegang tanggung jawab sosial.
Komponen terakhir dalam definisi retardasi mental adalah gangguan ini terjadi sebelum usia 18 tahun, untuk mencegah mengklasifikasikan kelemahan intelegensi dan perilaku adaptif yang disebabkan oleh cedera atau sakit yang terjadi di kemudian hari sehingga mengakibatkan retardasi mental. Anak-anak yang mengalami hendaya berat sering kali didiagnosis pada masa bayi. Meskipun begitu, sebagian besar anak yang mengalami retardasi mental tidak diidentifikasikan demikian sampai mereka mulai sekolah.
Anak-anak tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda fisiologis, neurologis, atau fisik yang  jelas dan masalah tersebut muncul kepermukaan hanya setelah mereka menunjukkan ketidak mampuan untuk mengalami kehidupan yang sama seperti anak-anak seusia mereka di sekolah.

Klasifikasi Keterbelakangan Mental
Kriteria penggolongan retardasi mental tidak bisa hanya menggunakan patokan intelegensi, karena beberapa orang yang masuk dalam kelompok retardasi mental ringan tidak memiliki gangguan pada fungsi adaptif sehingga tidak bisa digolongkan dalam gangguan retardasi mental. Penggolongan berdasarkan intelegensi dapat digunakan jika penderita mengalami gangguan pada fungsi adaptif. Berikut ini merupakan ringkasan karakteristik orang-orang yang masuk dalam masing-masing level retardasi mental.
a.       Retardasi mental ringan
Antara IQ 50-55 hingga 70. Mereka tidak selalu dapat dibedakan dengan anak-anak normal sebelum mulai bersekolah. Di usia remaja akhir biasanya mereka dapat mempelajari keterampilan akademik yang kurang lebih sama dengan level 6. Mereka dapat bekerja ketika dewasa, pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan yang rumit dan mereka bisa mempunyai anak.
b.      Retardasi mental sedang
Antara IQ 35-40 hingga 50-55. Orang yang mengalami retardasi mental sedang dapat memiliki kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik yang normal, seperti memegang dan mewarnai dalam garis, dan keterampilan motorik kasar, seperti berlari dan memanjat. Mereka mampu, dengan banyak bimbingan dan latihan, berpergian sendiri di daerah lokal yang tidak asing bagi mereka. Banyak yang tinggal di institusi penampungan, namun sebagian besar hidup bergantung bersama keluarga atau rumah-rumah bersama yang disupervisi.
c.       Retardasi mental berat
Antara IQ 20-25 hingga 35-40. Umumnya mereka memiliki abnormalitas fisik sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Sebagian besar tinggal di institusi penampungan dan membutuhkan bantuan super visi terus menerus. Orang dewasa yang mengalami retardasi mental berat dapat berperilaku ramah, namun biasanya hanya dapat berkomunikasi secara singkat di level yang sangat konkret. Mereka hanya dapat melakukan sedikit aktifitas secara mandiri dan sering kali terlihat lesu karena kerusakan otak mereka yang parah menjadikan mereka relatif pasif dan kondisi kehidupan mereka hanya memberikan sedikit stimulasi. Mereka mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus-menerus.
d.      Retardasi mental sangat berat
IQ di bawah 25. Mereka yang masuk dalam kelompok ini membutuhkan supervisi total dan sering kali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian besar mengalami abnormalitas fisik yang berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat berjalan sendiri kemanapun. Tingkat kematian di masa anak-anak pada orang yang mengalami retardasi mental sangat berat sangat tinggi.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Intelegensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem-problem manusia yang berhubungan dengan intelegensi. Dalam dunia pendidikan pun, intelensi merupakan hal yang sangat berkaitan. Seolah-olah intelegensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang kehidupan.
Intelegensi merupakan kualitas manusia yang pertama kali dapat diukur secara akurat, juga merupakan kualitas yang penting dalam diri manusia yang dapat membedakan manusia satu dengan menusia lainnnya








DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu. 1987. Psikologi Umum. Surabaya : PT.TB Ilmu
Anastasi, A. Dan Urbina. 1998. Psychological Testing (Jilid I). Terjemahan oleh Robertus Hariono S. Imam. Jakarta: PT Prenhallindo.
Aswar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cronbach, L.J. 1984. Essential of Psychological Testing (Fourth Edition). New York: Harper & Row, Publishers.
Tirtonegoro, Sutratinah. 2001. Anak Supernormal & Program Pendidikannya. Jakarta : PT Bumi Aksara
Serebriaff, Victor. 2004. How Intelegent Are You?. Semarang : dahara Prize Semarang






No comments:

Post a Comment