Agama Hindu dan Sejarah Perkembangannya

Agama Hindu dan Sejarah Perkembanganya
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Perbandingan Agama
Dosen pengampu : Imamul Huda, M.Pd.I








Disusun oleh :
1. Maudyna Agustin Sismawanti 23010-15-0071
2. Andi Nafi Alamul Yaqin 23010-15-0078
3. Anastasya Nidya Anggraeni 23010-15-0095



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Agama Hindu dan Sejarah Perkembangannya” dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tak  lupa pula kami panjatkan  kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang senantiasa ditunggu syafa’atnya di hari kiamat.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan Agama yang yang dibimbing  oleh Bapak Imamul Huda, M.Pd.I.
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Tegur, kritik, dan saran penulis terima dengan senang hati demi perbaikan dalam pembuatan makalah  selanjutnya. Mohon maaf atas segala kekurangan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.




Salatiga, 21 April 2017      




Penulis                  







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI                                                                                                                                 iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang                                                                                                                        1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah dan pengertian agama Hindu 3
B. Konsep ketuhanan agama Hindu 4
C. Kitab suci, sistem kasta, dan sistem asrama dalam agama hindu 5
D. Agama Hindu di Bali 11
E. pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu 13
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN                                                                                                                16

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            17








BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Hindu merupakan salah satu agama yang dianut oleh sebagian umat manusia di jagat raya ini. Eksistensi agama ini masih eksis sampai sekarang. Agama Hindu sebenarnya adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan yang meliputi zaman sejak kira-kira 1500 SM hingga sekarang. Dalam perjalanan berabad-abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi, sehingga agama ini memiliki ciri-ciri yang bermacam-macam yang oleh pengikutnya diutamakan, tetapi kadang tidak diindahkan sama sekali.
Orang pribumi sendiri agama Hindu disebut Sanatama Dharma, yang berarti agama yang kekal. Dengan ini orang Hindu manyatakan keyakinan, bahwa agama tidaklah terikat zaman, agama ada bersamaan dengan hidup, sebab agama adalah makanan rohani manusia.


B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis ambil dalam penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana asal-usul dan pengertian agama Hindu ?
2. Bagaimana konsep ketuhanan agama Hindu ?
3. Bagaimana kitab suci, sistem kasta, dan sistem asrama dalam agama hindu ?
4. Bagaimana agama Hindu di Bali?
5. Bagaimana pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu ?







C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk menetahui asal-usul dan pengertian agama Hindu.
2. Untuk mengetahui konsep ketuhanan agama Hindu.
3. Untuk mengetahui kitab suci, sistem kasta, dan sistem asrama dalam agama hindu.
4. Untuk mengetahui bagaimana agama Hindu di Bali.
5. Untuk mengetahui bagaimana pembagian aliran-aliran dalam agama Hindu

















BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Usul dan Pengertian Agama Hindu
         Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India. Dari riwayat yang diketahui Hindu berasal dari peradapan Lembah Sungai Indus. Kata Indus sendiri berasal dari bahasa Sansakerta Siddhu kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagagi “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya. Tetapi sekarang kata itu hanya digunakan untuk menyebut pengikut Hindunisme.  Dipandang dari sudut ethnology (ilmu tentang bangsa-bangsa), penduduk Hindu merupakan campuran antara penduduk asli yang disebut dengan bangsa Dravida dengan suku pendatang yang berasal dari sebelah utara, yaitu bangsa Aria yang merupakan rumpun dari Jerman yang disebut Indo Jerman.
      Agama Hindu merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir satu milyar jiwa, penganut agama ini sebagian besar terdapat di anak benua Hindia. Di sini terdapat sekitar 90 % penganut agama Hindu.
Antara tahun 2000 dan 1000 SM dari sebelah utara masuk ke India suku Arya yang memissahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran.  Mereka memasuki India melewati jurang-jurang di pegunungan Hindu Kush. Setelah datang ke India mereka menetap di sekitar lembah sungai Gangga yang dihuni oleh penduduk asli.  Suku-suku pribumi, yakni suku Dravida tidak tunduk begitu saja kepada para pendatang itu dan memilih untuk pindah ke selatan anak benua India. Dan sewaktu suku Arya semakin berkembang dan memencar menyusuri sungai Gangga dan Sungai Indus dan memasuki daerah-daerah sepanjang pesisir selatan India maka suku-suku Dravida itu menyingkir ke daerah pedalaman memasuki dataran tinggi Vyndhia dan dataran tinggi Andhra.

     Akibat dari pembaruan tersebut, maka terjadilah peleburan dua kebudayaan berbeda, yang kemudian melahirkan kebudayaan Hindu yang nantinya melahirkan agama Hindu. Agama Hindu dibentuk atau dipengaruhi oleh kedua unsur kebudayaan, yang mula-mula banyak ditemukan perbedaan. Tetapi lama-kelamaan dapat melebur menjadi satu. Sebagian ahli sejarah berpendapat, bahwa agama India kuno tidak terlepas dari kutipan yang diambil dari agama-agama yang dianut oleh bangsa Babilonia, Mesir, dan Austria. Pendapat itu mereka hubungkan dengan tempat tinggal atau mula orang-orang Aria pertama yang memasuki India hidup dan berada di sekitar bangsa-bangsa tersebut.
     G. Honig menegaskan, Agama Hindu bukanlah merupakan suatu agama, teapi kesimpulan sejumlah agama-agama yang meliputi segi etika dan kemasyarakatan, dari keseluruhan ini disebut agama Hindu. Jadi dengan demikian Honig berkesimpulan, agama Hindu adalah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang bersangkutan dengan itu.


B. Konsep Ketuhanan Agama Hindu
       Agama Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran polytheisme karena memuja banyak dewa. Namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, dewa bukanlah tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, menururt Advaita Vedanta yang dikutip penulis dari buku karya Michael Keene menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya sebagai manusia dalam berbagai bentuk Brahmana adalah roh yang paling tinggi, di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang.
      Dalam agama Hindu memang cukup banyak jumlah dewa-dewa yang dipuja. Dalam weda disebutkan sebanyak 32 dewa dan masing-masing memiliki fungsi tersendiri dalam hubungannya dengan kehidupan manusia. Dewa-dewa tersebut diantaranya : Dyous Pitar,  Dewa matahari, Vairuna, dewa air, Indera, dewa perang, Yama, dewa maut, Brahmana sebagai dewa pencipta alam, dan Wisnu sebagai pemelihara alam.
Konsepsi Hindu selanjutnya mengalami perkembangan, sehingga banyak hal telah dijadikan pedoman dalam kitab suci Weda seperti jumlah dewa mengalami perubahan. Dalam Hindu Weda belum dikenal adanya dewa Trimurti yaitu tiga rangkaian dewa yang berkuasa atas alam semesta, maka dalam Hindu selanjutnya muncul konsep Trimurti tersebut. Tiga dewa yang digabungkan menjadi Trimurti yaitu : Brahma, Wisnu dan Syiwa.
Brahma dalam rangkaian Trimurti dipandang sebagai dewa yang paling berkuasa dalam menciptakan sesuatu. Jadi, dipandang lebih tinggi kekuasaannya daripada kedua dewa lainnya. Brahmana digambarkan sebagai tokoh dewa berkepala 4 serta berwajah indah dengan tanda sekuntum bunga teratai serta naik Hamsa (angsa).

C. Kitab Agama Hindu, Pembagian Kasta, dan Asrama
1. Kitab Agama Hindu
      Kitab suci agama Hindu ialah kitab Weda, kitab suci ini mengandung kepercayaan-kepercayaan, adat-istiadat dan hukum-hukum juga tidak memiliki pencipta yang pasti. Kata Weda berasal dari kata “Wid” yang artinya tahu. Ada perbedaan pendapat mengenai pencipta dari kitab Weda tersebut. Faridi menjelaskan, menurut tradisi Hindu, kitab-kitab tersebut adalah buah ciptaan Dewa Brahma sendiri. Isinya diwahyukan oleh Dewa Brahma kepada para resi (para pendeta) dalam bentuk mantera-mantera yang kemudian disusun sebagai puji-pujian oleh para resi sebagai pernyataan rasa hati.
Sedangkan menurut Shalaby, penganut agama Hindu mempercayai kitab Weda adalah suatu kitab yang ada sejak dahulu dan tidak mempunyai tanggal permulaan. Sebagaimana halnya agama Hindu yang tidak memiliki pendiri, kitab Weda tidak mempunyai pencipta.

        Kitab suci agama Hindu dibagi menjadi dua bagian, yaitu kitab-kitab Shruti dan Smriti.
a. Shruti (yang didengar) dianggap sebagai yang suci yang berada di dalam asal-usul segala sesuatu. Kitab Shruti  berisi pujian-pujian kuno dari kitab Weda.  Kitab Weda sendiri terdiri atas empat samhita (himpunan) yaitu:
1) Rig Weda
Berisi mantera-mantera dalam bentuk nyanyian-nyanyian yang diguna-kan ketika mengundang para Dewa agar hadir pada upacara-upacara korban yang dipesembahkan kepada mereka (para Dewa). Para pendeta yang melantunkan puji-pujian ini disebut Hor. Kitab ini sekaligus merupakan kitab tertua diantara empat kitab yang ada.
2) Sama Weda
Berisi hampir sama dengan kitab sebelumnya hanya diberi “titi suara” atau lagu. Pendeta yang melantunkan ini disebut Udgatr.
3) Yajur Weda
Berisi mantera-mantera, jampi-jampi yang harus diucapkan oleh pendeta ketika sembahyang dan pujaan, atau untuk mengubah korban menjadi makanan para dewa. Para pendeta yang melantunkannya disebut dengan Adwary.
4) Atharwa Weda
Berisi mantera-mantera dan jampi-jampi khusus untuk menyem-buhkan orang-orang sakit,  mengusir roh-roh jahat, dan sebagainya. Dan biasanya dipimpin oleh Atharwan.
b. Smriti (yang diingat) yakni setiap tradisi (ucapan, perbuatan, tulisan), kitab ini berisi cerita rakyat seumpama Krishna dan lainnya. Didalam himpunan Smriti itu termasuk Brahmana, Upanishad, Mahabarata, Bhagavad Gita, Ramayana, Purana, dan lainnya.

     Isi kitab Weda pada umumnya mengenai ritus (upacara-upacara keagamaan), terutama soal korban. Bermacam-macam cara koerban diuraikan di dalamnya dan yang terpenting ialah koban yang menggunakan air soma (semacam minuman yang penyelenggaraanya memerlukan banyak tenaga dan biaya).
       Korban-korban tersebut dipersembahakan kepada para Dewa yang pada hakikatnya merupakan personifikasi dari kekuatan-kekuatan alam yang dahsyar atau yang menakutkan, seperti Dewa Api (Agni), Matahari (Surya), Angin (Vayu), Tufan (Maruta), Bumi (Pertiwi), Perang (Indra), Langit (Maruna), Perusak (Rud), dan sebagainya.
        Pandangan mereka terhadap Dewa-dewa tersebut tidak jauh berbeda dengan pandangan bangsa-bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India. Jadi, merka mempercayai banyak Dewa (poteistik) dan antara yang satu dengan yang lainya sama-sama tinggi kedudukanya.

2. Kasta dalam Agama Hindu
       Agama ini mengenal adanya Kasta-kasta. Ada empat kasta dalam agama Hindu yang sangat dipercayai bahwa perbedaan derajat tidak dapat diubah sama sekali, diantaranya:
a. Brahma
Terdiri dari golongan pendeta dan ulama-ulama.
b. Ksataria
Terdiri dari golongan perwira bala tentara dan pegawai negeri.
c. Waisya
Terdiri dari kaum buruh, tanim dan saudagar.
d. Sudra
Terdiri dari hamba sahaya dan orang-orang yang mengerjakan pekerjaan yang kurang baik.


        Dalam catatan kitab Rigweda disebutkan sesungguhnya kasta-kasta itu timbul dari anggota tubuh Purusa, ciptaan dunia. Dikatakan bahwa ada suatu makhluk yang azali yang besar, laki-laki yang disebut Purusa. Makhluk tersebut memiliki seribu kepala, mata dan kakinya menutupi bumi, bahkan masih menonjol 10 dim. Purusa adalah segala yang ada dan yang akan ada dan disebut sebagai Dewa yang tidak akan mati. Seperempat badanya adalah makhluk abadi di langit. Para dewa melakukan melakukan persembahan korban dengan purusa ini. Ketika ia dipotong-potong, mulutnya menjadi Brahmana, lengannya menjadi Ksatria, pahanya menjadi Waisya, dan dari kakinya muncul sudra, matanya menjadi matahari, nafasnya menjadi angin, dan dari telinganya terjadi mata angin, dan seterusnya.
        Pendapat lain mengatakan bahwa timbulnya kasta dikarenakan terjadinya benturan antara bangsa Arya (pendatang) dengan bangsa Dravida (penduduk asli India). Semula bangsa Arya beusaha untuk tidak bercampur darah (asimilasi) dengan penduduk asli, karena mereka merasa lebih tinggi daripada penduduk yang ditakhlukkanya tadi. Hanya saja, akibat terjadinya peperangan, beberapa suku kekurangan istri, sehingga mau tidak mau mereka kawin dengan suku pribumi. Itulah sebabnya keturunan mereka dikemudian hari dianggap lebih rendah status sosialnya dibanding dengan keturunan asli suku India. Demikianlah, keturunan kedua dari mereka telah menimbulkan kelas antara bangsa Arya asli dan bangsa pribumi, yakni orang-orang yang berdarah campuran. Perkembagan seperti ini kemudian menimbulkan  adanya empat macam kasta dalam agama Hindu.
          Dalam kehidupan sehari-hari, kasta yang lebih tinggi acap kali selalu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan enak. Hal tersebut tercantum dalam kitab Undang-Undang Manawa Dharma Sasrta. Didalamnya antara lain ditetapakan bahwa sesuatu kejahatan akan lebih ringan kalau yang melakukannya seorang Brahmana daripada kalau kejahatan tersebut dilakukan oleh seorang Ksatria, dan akan lebih berat lagi kalau yang melakukannya seorang dari golongan yang lebih rendah. Sebaliknya, kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang dari kasta yang lebih rendah.

      Meskipun demikian, dalam kenyataanya peraturan-peraturan tersebut tidak selalu dipatuhi sepenuhnya. Perkawinan campur antara Varna cukup banyak terjadi. Oleh karena itu, terdapat varna campuran yang memiliki kedudukan tersendiri. Disamping keempat varna yang asal. Kelompok ini sering disebut dengan jati, atau chandalan (orang-orang yang tidak perkasa).

3. Asrama dalam Agama Hindu
       Asrama merupakan tingkatan hidup. Dalam agama Brahmana disebutkan adanya empat tingkatan hidup yang harus diakui oleh setiap penganut agama tersebut. Sebelum memasuki keempat tingkatan tadi, setiap orang terlebih dahulu harus melakukan upacara upanayana, yakni upacara menjadikan seseorang anak menjadi dwija dan resmi sebagai anggota kasta serta siap memasuki tingkatan hidup yang pertama, yaitu kehidupan sebagai Brahmacarin. Anak tadi akan meninggalkan rumah orangtuanya dan menetap sebagai seorang siswa di kediaman seorang guru untuk mempelajari isi Veda dan pengetahuan keagamaan lainya. Ia harus tunduk kepada perintah guru dan istri gurunya, patuh melaksanakan perintahnya dan harus mencari makan sendiri dengan cara meminta-minta. Sebagai imbalanya ia akan menerima pelajaran dari seorang guru, terutama tentang dharma dan kitab suci. Manakala pelajaran sudah selesai, mereka segera pulang ke rumah orang tuanya dan segera kawin.
          Mulailah mereka memasuki tingkat kedua, Grhasta yang dimulai dengan upacara tertentu, yakni kedua mempelai melangkah sebanyak tujuh langkah ke arah timur laut sambil diperciki air suci, ia memegang tangan istrinya, sedang sang suami mengucapkan mantera-mantera kemudian membawa api suci yang harus tetap dipeliharanya di rumah. Setelah itu mulailah mereka sebagai suami istri.
       Tingkat ketiga ialah Vanaprastha (Kehidupan di hutan). Tingkatan ini adalah tingkatan yang harus ditempuh apabila seseorang sudah mencapai usia lanjut. Sebagai kewajibanya selaku kepala keluarga diserahkan sepenuhnya kepada anak laki-lakinya. Adakalanya mereka masuk ke hutan bersama istrinya dengan harapan agar dapat memberikan ketenangan dan keheningan berfikir dalam upayanya mencapai kesempurnaan hidup. Segala urusan yang berhubungan dengan  kehidupan atau keduniaan ditinggalkanya demi sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan secara keagamaan.
         Tingkatan yang keempat adalah Sanyasin, yaitu tingkat pertapa yang telah lepas dari kehidupan dunia. Sekalipun ia masih hidup di dunia ini namun ia sama sekali telah melepaskan diri dari permasalahan dunia sehingga terbuka kesempatan untuk mencapai moksha.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting yang terdapat dalam tujuan hidup penganut agama Hindu, diantaranya:
a. Dharma
Kewajiban-kewajiban, termasuk tata-sopan, aturan orang hidup untuk menepati tata masyarakat dan tata kesopanan sebagai imbangan rasa keagamaan.
b. Artha
Kepentingan hidup yang sekarang berupa nafkah dengan jalan mencari untung.
c. Karma
Kenikmatan, yaitu mencari kesenangan hidup dan kenikmatannya.
d. Moksha
Kelepasan, dilakukan dengan upanischaci.
          Penganut agama Hindu menganggap lembu sebagai binatang suci, sehingga harus dipujanya dan dilarang untuk disembelih. Selain lembu ular juga dipandang suci.
Tempat sucinya adalah Benares, sebuah kota yang dipandang suci karena merupakan tempat Syiwa. Sungai Gangga dianggap suci karena airnya dapat menyucikan dosa-dosanya. Tulang dan abu seorang mayat yang sudah dibakar dilemparkan ke sungai tersebut dengan tujuan agar arwahnya langsung masuk ke surga.


D. Sekilas Agama Hindu Bali
        Nama asli dari agama Hindu Bali adalah “Hindu”. Kemudian mengalami perubahan sesuai dengan tempat dan kemauan umatnya. Akhirnya dapat dijumpai pula nama-nama lain, misalnya nama Hindu Jawa, Hindu Tirta (air). Sendi-sendi keyakinan agama Hindu meliputi sebagai berikut :
1. Percaya akan adanya asa Ketuhanan Yang Maha Esa, soal nama terserah bagi umatnya, misalnya    nama Brahmana, Widdhi dan sebagainya. Asas Ketuhanan yang Maha Esa dan Maha Adil ini sudah tercantum dalam kitab suci ayat Purusha dan Nasady Sukta (nama Tuhan tidak diketahui).
2. Percaya akan adanya kitab suci dan ajaran yang terkandung didalamnya. Kitab suci tersebut disebut Weda atau mantera. Dengan tafsir-tafsirnya yang disebut senitti sastra , Brahmana, dan upanisad.
3. Percaya akan adanya dewa-dewa sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai kedudukan sebagai perantara hidup kebatinan dan keagamaan antara manusia dan Tuhan. Karena mereka percaya bahwa dewa-dewa itu sebagai perantara, maka dewa-dewa tersebut dimuliakan dan disanjung-sanjung untuk mempermudah jalan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari sekian dewa yang ada, yang terpenting untuk diketahui dan dimuliakan adalah dewa Agni (api), indra (petir), Wisnu (air), Rudra (siwa), Candra, Surya, Wayu,Prihtiwi, dan Waruna.
4. Percaya terhadap utusan Tuhan yang membawa ajaran Hindu, mereka disebut Bhatara, diantara yang terkenal adalah Krisna dan Rama.
5. Percaya akan adanya takdir yang dikenal dalam hukum pengertian phalakarma (hasil perbuatan), yaitu berusaha berbuat yang baik karena perbuatan itulah yang menentukannya. Hal ini tercantum dalam ajaran tentang Dharma.
6. Percaya akan adanya hari  pralaya (kiamat).
7. Percaya akan adanya kebajikan yang tertinggi yang menjadi tujuan hidup terakhir, dikenal sebagai surga atau Moskha.

Tempat untuk melakukan ibadah agama Hindu disebut Pura yang terdiri sebagai berikut :
a. Pura untuk persatuan sanak saudara
Dinamakan sanggar (sanggah, langgar, paramajan, kawitan, hibu, dan sebagainya).
b. Pura untuk persatuan penduduk desa
Dinamakan balai agung, puseh, dan dalem.
c. Pura untuk persatuan sepengairan
Dinamakan subak, masceti, atau empelan
d. Pura untuk persatuan penduduk satu peraja
Dinamakan sadahyangan, penataran, atau pesaki.
Hari raya (hari suci) bagi agama Hindu Bali bermacam-macam dan wajib diperhatikan oleh umatnya. Disamping itu, dikenal pula adanya hari naas dimana pada hari tersebut tidak diperbolehkan melakukan persembahyangan.
1) Hari raya Galunganut
Di India hari ini disebut Durja Puja. Di Bali hari itu dikisahkan dengan jatuhnya Raja Mayadanawia dari berdaulu atau nasehat Dewi Durga untuk memperingati hari kebangkitan manusia ini kepada Raja Jayakesunu. Namun, intinya sebagai upacara menentang kebangkitan penderitaan.
2) Hari raya Kuningan
Di India disebut Wijaya Dasani. Hari ini dirayakan sebagai hari kemenangan dan kepahlawanan dan diperingati selama sepuluh hari.
3) Hari raya Sarwaswati
Hari raya turunnya kitab suci atau hari lahirnya Weda di dunia.
4) Hari raya Siwaratri
Sebuah peristiwa yang dimuliakan oleh aliran Siwa dan merupakan malam penebusan dosa (disertai puasa selama 24 jam).
5) Hari raya Nyepi atau tahun baru Saka.



E. Aliran-aliran dalam Agama Hindu
Dalam agama Hindu terdapat beberapa aliran yang dipercaya pada kalangan masyarakat, diantaranya:
1. Theologia Brahmana daripada Wedanta
Wedanta artinya: akhir Weda atau selesainya Weda. Dari mana ini sudahlah terang, bahwa yang pokok disisni ialah penguraian pikiran-pikiran atau soal-soal yang telah kita kenal di dalam bab-bab yang lampau.
Seanjutnya yang dibicarakan di dalam Wedanta itu ialah apa yang di sebut ’jnana marga” artinya: “jalan ilmu”. Itu berarti, bahwa Wedanta menunujukan suatu jalan kelepasan dengan mempergunakan ilmu (pengetahuan).Paham-paham Weda itu ditetapkan secara dogmatis dan selanjutnya di perkembangkan oleh enam macam “Pandangan“ atau dogmatika (darsana).
Ada pula yang mengganggap bahwasanya darsana itu disebut susunan-susunan filsafat. Tapi isinya sangat berlainan dengan filsafat dalam arti kata yang lazim. Darsana-darsana itu menekankan bahwa berfikir menurut akal itu sendiri tidak memberi kepastian. Darsana-darsana itu hanya hendak menerangkan kebenaran yang kekal daripada Weda-weda yang diwartakan oleh dewa-dewa. Darsana –darsana itu mau digunakan untuk menolong dunia yang menderita, dunia yang telah terjerat di dalam samsara dan mau membimbing ke arah kelepasan dan ketentraman yang kekal.  
2. Theologi Brahmana pada golongan Sankhya
Perkataan Sankhya terjadi dari dua kata , yakni “san” artinya bersama-sama atau dengan ; dan Khya “, artinya bilangan. Jadi Sankhya artinya perjumlahan. Pernah juga diterjemahkan: susunan yang berukuran bilangan”. Nanti akan kita lihat, bahwa bilangan-bilangan itu memainkan peranan yang penting di dalam sistim ini.
Sistim Sankhya berpangkal pada suatu perlawanan yang principal dan tak dapat diperhubungkan di dalam seluruh kosmos, yaitu perlawanan antara roh (purusa) dan materi (praktis). Sistim sankhya mengajarkan, bahwa prakti itu satu dan abadi,  purusa itu tiada terhingga banyaknya,tetapi abadi juga. Selanjutnya diajarkan oleh sistim ini, bahwa dunia yang dapat di amati-amati oleh pancaindera itu sungguh ada. Oleh karena itu para penganut ajaran sankhya menamakan juga sistemnya itu: satkaryavada, yang artinya: suatu pandangan (Vada), yang menganggap, bahwa kerja atau peristiwa (karya) itu kenyataan (sat).
3. Wishnuisme
Sebelum timbul Buddhisme, di dalam Hinduisme telah kelihatan perkembangan kea rah suatu ajaran , yang kemudian menjadi terkenal denagn nama “Bhakti-marga”. Tetapi Buddhisme telah menghambat perkembangan tersebut. Baru beberapa abad kemudian, ketika Buddhisme di india mulai hilang dapatlah aliran itu(Hindu) berkembang luas tetapi yang terpenting ialah aliran Waicnawa, yakni penyembah Wishnu sebagai dewa yang tertinggi. Aliran ini berkembang dari suatu kebaktian sebelum Buddhisme, yakni kebaktian –Krshna, tertuju kepada Krshna Wasudewa, yang kemudian dipandang sebagai penjelmaan, suatu awatara Wishnu. Aliran Wishnuistis ini meluas baik ke India-Utara maupun ke India –Selatan. didalam Bhagavad – Gita telah kita jumpai suatu permulaan dari kesadaran teologis dari aliran ini.
Corak-corak pokok ajaran whisnuisme ialah: Ramanuya tidak menerima ajaran tentang maya. Menurut dia adanya Weda itu telah lebih dahulu daripada dunia. Weda-weda itu diwartakan kepada manusia karena iba hati. Lahir dan mati itu hanya keadaan-keadaan peralihan. Nyawa tetap sama adanya. Itulah yang merupakan penderitaan baginya. Segala materi itu mengandung sedikit dari nyawa, berjiwa, meskipun berlain-lainan tarafnya. Tujuan segala hal ialah, supaya nyawa-nyawa itu melepaskan diri dari materi. Untuk itu ”marga-marga” tersebut diatas dapat menolongnya. Apa yang dikerjakan oleh Ramanuya ialah,bahwa dia memberi keteguhan dogmatis kepada kesalehan-Bhakti para penyair.
4. Shiwaisme
Pati atau Shiwa mempunyai kesadaran, berwatak laki-laki dan ia adalah budi yang berpikir. Sebagai sisi jasmaninya ia mempunyai sakti, yang juga berkesadaran, tetapi berwatak perempuan. Ia disebut istri Shiwa , bernama durga. Sakti ialah bagian Shiwa yang bekerja dan yang merangsang untuk bekerja . berkat adanya sakti inilah Shiwa memerintah dunia materi ini tinggal para pasu, yakni jiwa-jiwa perseorangan. Nasib jiwa –jiwa perseorangan ini ditentukan oleh karman, yakni jasa atau kesalahan-kesalahan perbuatan. Karman ini memaksa Shiwa, berdasarkan Saktinya, supaya bertindak di dalam apa yang terjadi di dunia. Jiwa-jiwa juga mengandung mala yakni noda, seperti selaput biji membalut biji.
Begitulah jiwa itu jatuh kedalam samsara karena karmannya sendiri, mala dan maya, dunia materi, dan ketiga unsur itu bersama-sama berakar  pada rodha-sakti yakni Kuasa yang merintangi. Dari sebab itu pekerjaan Shiwa ialah, bahwa ia dengan kekuasaanya terhadap dunia materi (maya) memungkinkan jiwa perseorangan melepaskan diri adri adri karman dan mala, mencapai moksha dan menjadi sehakekat dengan dia sendiri, yakni Shiwa.
Untuk menetapkan sifat Shiwa itu sukar. Di satu pihak ia mendahsyatkan dan disebut juga pengrusak. Di lain pihak ia adalah dewa kesenian, ia sendiri ahli kesenian dan pembangkit semangat kesenian. Dialah dewa seamangat dan,dewa kesuburan.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
        Agama Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India. Dari riwayat yang diketahui Hindu berasal dari peradapan Lembah Sungai Indus. Kata Indus sendiri berasal dari bahasa Sansakerta Siddhu kata yang oleh bangsa Persia kuno diucapkan sebagagi “Hindu”. Tidak lama sebelumnya kata itu digunakan untuk menyebut semua bangsa India pada umumnya.
         Agama Hindu bukanlah merupakan suatu agama, teapi kesimpulan sejumlah agama-agama yang meliputi segi etika dan kemasyarakatan, dari keseluruhan ini disebut agama Hindu. Jadi dengan demikian Honig berkesimpulan, agama Hindu adalah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang bersangkutan dengan itu.
           Agama Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran polytheisme karena memuja banyak dewa. Namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, dewa bukanlah tuhan tersendiri. Tuhan itu Maha Esa dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, menururt Advaita Vedanta yang dikutip penulis dari buku karya Michael Keene menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya sebagai manusia dalam berbagai bentuk Brahmana adalah roh yang paling tinggi, di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu dan ruang.







DAFTAR PUSTAKA



Keene, Michael. (2006). Agama-Agama Dunia. Yogyakarta: Kanisius.
Faridi. (2002). Agama Jalan Kedamaian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Jirhanuddin. (2010). Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sou’yb, Jaesoef. (1996). Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT Al-Husna Zikra.
Mansur, Sufa’at. (2011). Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Shalaby, Ahmad. (1998). Perbandingan Agama : Agama-Agama Besar di India. Jakarta: Bumi Aksara
Honig, Ilmu Agama,
Soemanto. (1990). Agama-Agama Indonesia. Jakarta : PT Renika Cipta.
Suryabrata, Sumadi. (1984). Agama Hindu. Cet. 4.  Jakarta: CV. Rajawali.
Mahmud, M. Dimyati. 1990.  Hindu. Yogyakarta: BPFE.





No comments:

Post a Comment